Perkembangan Konsep
diri
Konsep
diri merupakan salah satu aspek perkembangan psikologi peserta didik yang
penting yang dialami oleh seorang guru. Karena merupakan salah satu variabel yang
menentukan dalam proses pendidikan. Rendahnya prestasi siswa dan motivasi
belajar siswa serta terjadinya penyimpangan-penyimpangan perilaku siswa dikelas
banyak disebabkan oleh persepsi dan sikap negatif siswa terhadap diri sendiri.
Sama hal nya terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar banyak
disebabkan oleh sikap siswa yang memandang dirinya tidak mampu melaksanakan
tugas-tugas di sekolah.
Pengertian
Konsep Diri
Konsep diri bukan
merupakan faktor bawaan, konsep diri merupakan faktor bentukan dari pengalaman
individu selama proses perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan
tidak terjadi dalam waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara
berkesinambungan. Menurut Burns konsep diri berkembang terus sepanjang hidup manusia,
namun pada tahap tertentu, perkembangan konsep diri mulai berjalan dalam tempo
yang lebih lambat. Secara bertahap individu akan mengalami sensasi dari
badannya dan lingkungannya, dan individu akan mulai dapat membedakan keduanya.
Seifert dan
Hoffnung (1994), misalnya mendefinisikan konsep diri sebagai “suatu pemahaman
mengenai diri atau ide tentang diri sendiri”. Santrock (1996) menggunakan
istilah konsep diri mengacu pada evolusi bidang tertentu dari diri
sendiri. Atwater (1987) menyebutkan
bahwa konsep diri adalah keseluruhan konsep diri, yang meliputi persepsi
seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan
dengan dirnya. Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk :
1.
Body
image , kesadaran tentang tubuhnya, yakni bagaimana
seseorang melihat dirinya sendiri.
2.
Ideal
self, yatu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan
seseorang mengenai dirinya.
3.
Social
self,
yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Menurut Burn (1985),
konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita
sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater 1984), mendefinisikan konsep diri
sebagai sistem yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang
tenang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah
laku yang unik dari individu tersebut.
Pemily (dalam Atwater,
1984) “Sistem yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang
tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, presepsi, nilai-nilai dan tingkah
laku yang unik dari individu tersebut.Cawagas (1983) “Mencakup seluruh
pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya,
kelemahannya, kelebihannya, kegagalanya, dan sebagainya.
Individu mengembangkan konsep
dirinya dengan cara menginternalisasikan persepsi orang-orang terdekat dalam
memandang dirinya. Jika individu memperoleh perlakuan yang penuh kasih sayang
maka individu akan menyukai dirinya. Seseorang akan menyukai dirinya jika orang
tua memperlihatkan penilaian yang positif terhadap si individu. Ungkapan
seperti “Anakku Rajin” membuat anak memandang dirinya secara positif
dibandingkan dengan nama panggilan “Si Gendut”. Sebaliknya, jika individu
mendapatkan hukuman dan situasi yang tidak menyenangkan maka individu akan
merasa tidak senang pada dirinya sendiri. Umpan balik dari teman sebaya dan
lingkungan sosial selain keluarga mulai mempengaruhi pandangan dan juga
penilaian individu terhadap dirinya. Tahap ini oleh Allport disebut dengan
tahap perkembangan diri sebagai pelaku. Individu mulai belajar untuk bisa
mengatasi berbagai macam masalah secara rasional.
Menurut Fuhrman, Pada masa remaja,
individu mulai menilai kembali berbagai kategori yang telah terbentuk
sebelumnya dan konsep dirinya menjadi semakin abstrak. Penilaian kembali
pandangan dan nilai-nilai ini sesuai dengan dengan tahap perkembangan kognitif
yang sedang remaja, dari pemikiran yang bersifat konkrit menjadi lebih abstrak
dan subjektif. Piaget mengatakan bahwa remaja sedang berada pada tahap formal
operasional, individu belajar untuk berpikir abstrak, menyusun hipotesis,
mempertimbangkan alternatif, konsekuensi, dan instropeksi. Masa remaja
merupakan masa terpenting bagi seseorang untuk menemukan dirinya. Mereka harus
menemukan nilai-nilai yang berlaku dan yang akan mereka capai di dalamnya.
Individu harus mulai belajar untuk mengatasi masalah-masalah, merencanakan masa
depan, dan khususnya mulai memilih jenis pekerjaan yang akan digeluti secara
rasional.
Perkembangan kognitif yang terjadi
selama masa remaja membuat individu melihat dirinya dengan pemahaman yang
berbeda. Kapasitas kognitif seperti itu didapatkan selama melakukan pengamatan
terhadap perubahan-perubahan yang dipahami sebagai perubahan diri yang
disebabkan oleh perubahan fisik secara kompleks dan perubahan sistem sosial.
Fuhrmann mengungkapkan bahwa pada masa ini individu mulai dapat melihat siapa
dirinya, ingin menjadi seperti apa, bagaimana orang lain menilainya, dan
bagaimana mereka menilai peran yang mereka jalani sebagai identitas diri. Bisa
dikatakan bahwa salah tugas penting yang harus dilakukan remaja adalah
mengembangkan persepsi identitas untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan
“Siapakah saya ?” dan “Mau jadi apa saya ?”. Masa remaja konsep diri merupakan
inti dari kepribadian dan sangat mempengaruhi proses perkembangan selanjutnya.
Perjalanan untuk pencarian identitas
diri tersebut bukan merupakan proses yang langsung jadi, melainkan sebuah
proses berkesinambungan. Konsep diri mulai terbentuk sejak masa bayi di saat
individu mulai menyadari keberadaan fisiknya sampai ketika mati di saat
individu sudah banyak memahami dirinya, baik secara fisik maupun psikologis.
Jadi, konsep diri yang berupa
totalitas persepsi, pengharapan, dan penilaian seseorang terhadap dirinya
sendiri terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai, sikap, peran, dan
identitas yang berlangsung seiring tugas perkembangan yang diemban.
Kesimpulan konsep diri merupakan gagasan tentang diri
sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap
dirinya sendiri, serta bagaimana cara kita melihat, merasakan, dan menginginkan
diri kita sendiri.
Konsep
Diri dan Harga Diri
Kajian psikologi
perkembangan, sering dijumpai istilah “harga diri” (self-esteem)di samping
istilah “konsep diri” (self concept). Bahkan para peneliti tidak selalu
menyebutkan perbedaan yang jelas antara harga diri dan konsep diri ini. Akan
tetapi ada ahli lain yang mengatakan bahwa konsep diri dan harga diri itu
berbeda.
Menurut
santorck (1998), harga diri adalah dimensi penilaian yang menyeluruh dari diri.
Harga diri ini sering disebut dengan self-worth atau self-image. Sedangkan
konsep diri adalah penilaian terhadap domain yang spesifik. Coopersmith (1967)
dalam karya klasiknya the Antecendents of Self Esteem, mendefinisikan harga
diri sebagai berikut :
“self-esteem refers to the evaluation
that individual makes and customarily maintens with regard to himself: it
expresses and attitude of approval or disapproval and indicates the extent to
which the individuals believes himself to be capable, singnificant, successful,
and worthy.”
Jadi, harga diri adalah
evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif.
Evaluasi individu tersebut terlihat dari pengharaan yang ia berikan terhadap
eksistensi dan keberartian dirinya. Individu yang memiliki harga diri positif
akan menerima dan meghargai dirinya sendiri sebagaimana adanya serta tidak
cepat-cepat menyalahkan dirinya atas kekurangan atau ketidaksempurnaan dirinya.
Selalu merasa puas dan bangga dengan hasil karyanya sendiri dan selalu percaya
diri dalam menghadapi berbagai tantangan.
Dimensi
Konsep Diri
Secara umun para ahli
menyebutkan 3 dimensi konsep diri, meskipun dengan menggunakan istilah yang
berbeda-beda. Calhoun dan Acocella (1990) misalnya, menyebutkan 3 dimensi utama
dari konsep diri, yaitu: dimensi pengetahuan, dimensi penghargaan, dan dimensi
penilaian. Paul J.Centi(1993) menyebutkan ketiga dimensi konsep diri dengan
istilah : dimensi gambaran diri (self-image), dimensi penilaian diri
(self-evaluation), dan dimensi cita-cita diri (self-ideal). Sebagian ahli
lainnya menyebutkan dengan istilah: citra diri, harga diri, dan diri ideal.
Pengetahuan. Dimensi
pertama dri konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang diri sendiri atau
penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang diri saya.
Gambaran diri tersebut akan pada gilirannya akan memebentuk citra diri.
Gambaran tersebut merupakan kesimpulan dari : pandangan kita dalam berbagai
peran yang kita pegang, seperti orangtua, suami atau istri, karyawan, pelajar
dan seterusnya. Singkatnya, dimensi pengetahuan (kognitif) dari konsep diri
mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi,
seperti “saya pintar”, “saya anak baik”, “saya cantik” dan seterusnya.
Harapan.
Dimensi kedua adalah dimensi harapan atau diri yang dicita-citakan dimasa
depan. Tentang pandangan siapakah kita, sehingga timbul sebuah keinginan akan
menjadi apa diri kita dimasa depan. Pengharapan ini merupakan diri-ideal
(self-ideal) atau diri yang dicita-citakan. Cita-cita diri terdiri dari
dambaan, harapan, keinginan bagi diri kita atau ingin menjadi manusia seperti
apa yang kita inginkan. Oleh sebab itu, dalam menetapkan diri ideal haruslah
lebih realistis, sesuai dengan potensial dan kemampuan diri yang dimiliki,
tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu rendah.
Dimensi
ketiga adalah penilaian, dimana penilaian terhadap diri sendiri. Juga merupakan
pandangan kita tentang harga kewajaran kita sebagai pribadi. Calhoun dan
Acocella (1990) setiap hari kita berperan sebagai penilai tentang diri kita
sendiri, menilai apakah kita bertentangan: 1) pengharapan bagi diri kita
sendiri (saya dapat menjadi apa), 2) standar yang kita tetapkan bagi diri kita
sendiri (saya seharusnya menjadi apa). Hasil dari penilaian tersebut membentuk
apa yang disebut dengan rasa harga diri yaitu, seberapa besar kita menyukai
diri sendiri.
Konsep
diri dan Perilaku
Konsep diri mempunyai
peranan penting dalam menentukan tingkah laku seseorang. Menurut Felker (1974)
terdapat tiga peranan penting konsep diri dalam menentukan perilaku seseorang,
yaitu:
Pertama , self-cincept as maintainer of
iner consistency. Konsep diri memainkan peranan dalam mempertahankan keselarasan batin seseorang. Bila individu
memiliki ide, perasaan, presepsi,
atau pikiran yang tidak seimabang atau
saling bertentangan, maka akan
terjadi situasi psikologis yang tidak menyenagkan. Maka diperlukan sistem mempertahankan kesesuaian
antara individu dengan lingkungannya.
Kedua, self-concept as an interpretation
of experience. Konsep diri menentukan bagaimana individu memberikan penafsiran atas pengalamannya. Sebuah
kejadian akan ditafsirkan
secara berbeda antara individu satu dengan yang lain , karena masing- masing individu memiliki pandangan dan
penafsiran tersendiri.
Ketiga, self-concept as set of
expectations. Konsep diri juga berperan sebagai penentu pengharapan individu. Pandangan negatif terhadap dirinya menyebabkan individu mengharapkan tingkat keberhasilan yang
akan dicapai hanya pada taraf yang rendah.
Konsep
Diri dan Prestasi Belajar
Sejumlah
ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep diri dan prestasi
belajar mempunyai hubungan yang erat. Nylor (1972) mengemukakan bahwa banyak
peneliti yang membuktikan hubungan positif yang kuat antara konsep diri dengan
prestasi belajar disekolah. Siswa yang memiliki konsep diri positif ,
memperlihatkan prestasi yang baik disekolah, atau siswa tersebut memeiliki
penilaian diri yang tinggi serta menunjukkan antar pribadi yang positif pula.
Walsh
(dalam Burns, 1982) siswa-siswa yang tergolong underchiver mempunyai konsep
diri yang negatif, serta memperlihatkan beberapa karakteristik kepribadian; 1)
mempunyai perasaan dikeritik, ditolak, dan diisolir. 2) melakukan mekanisme
pertahanan diri dengan cara menghindar dan bahkan bersikap menentang. 3) tidak
mampu mengekspresikan perasaan dan prilaku.
Karakteristik Perkembangan
Konsep Diri Peserta Didik
Konsep diri bukanlah
sesuatu yang dibawa sejak lahir . Kita tidak dilahirkan dengan konsep didri tertentu.
Bahkan ketika kita lahir, kita tidak memiliki konsep diri , tidak mengetahui
tentang diri, dan tidak memiliki pengharapan bagi diri kita sendiri , serta
tidak memiliki penilaian apapun terhadap diri sendiri. Dengan demikian konsep
diri terbentuk melelui proses belajar yang berlangsung sejak masa pertumbuhan
hingga dewasa. Akan lebih lengkap dibahas mengenai karakteristik perkembangan
konsep diri peserta didik.
Karakteristik
Konsep Diri Anak Usia Sekolah
Sejalan dengan
pertumbuhan fisik, kognitif dan sikap maupun prilaku anak usia dasar juga
mengalami perubahan dalam konsep dirinya. Pada awal masuk sekolah dasar
kemungkinan anak-anak mengalami penurunan dalam konsep dirinya, hal ini
disebabkan karena tuntunan baru dalam hal belajar dan situasi maupun perubahan
sosial. Di sekolah dasar ini banyak memberikan kesempatan anak-anak untuk
membandingkan dirinya dengan orang lain yaitu teman-temannya, sehingga
penilaian dirinya secara gradual menjadi realistis. Anak-anak tersebut lebih mungkin melakukan
langkah-langkah guna untuk mempertahankan keutuhan harga dirinya. Mereka sering
memfokuskan bidang-bidang yang mereka anggap unggul (seperti: olahraga, hobi,
hubungan sosial, akademik, dll).
Menurut Santrock (1995), perubahan-perubahan dalam konsep
diri anak selama tahun-tahun sekolah dasar dapat dilihat setidaknya dari tiga
karakteristik konsep diri, yaitu : (1) Karakteristik
internal
Anak-anak
sekolah dasar lebih memahami dirinya melalui karakteristik internal dari pada
karakteristik eksternal, hal ini berbeda jika dibandingkan dengan anak-anak
prasekolah.
(2)
Karakteristik aspek-aspek sosial
Selama belajar
yakni bertahun-bertahun di sekolah dasar, aspek-aspek sosial pun dalam
pemahaman dirinya mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu. Anal-anak
sekolah dasar sering kali menjadikan kelompok-kelompok sosial sebagai acuan
dalam deskripsi diri mereka, misalnya sejumlah anak menyebut diri mereka
sebagai kelompok pramuka perempuan, sebagai seorang muslim, atau yang saling
bersahabat karib.
(3)
Karakteristik perbandingan sosial
Pada tahap ini
anak-anak cenderung membedakan diri mereka dari orang lain secara komparatif
atau secara absolut. Misalnya, anak-anak sekolah dasar tidak lagi berpikir
tentang apa yang “aku lakukan” atau yang “tidak aku lakukan” tetapi cenderung
berpikir tentang “apa yang dapat aku lakukan dibandingkan apa yang dapat
dilakukan oleh orang lain.” Sehingga ini menyebabkan suatu kecenderungan yang
meningkat umtuk membentuk diri sehingga berbeda dari orang lain dan menjadikan diri
sebagai seorang individu.
RobertSelmen (dalam Santrock,1995) misalnya, percaya
bahwa pengambilan perspektif melibatkan suatu rangkaian yang terdiri atas lima
tahap, yang berlangsung dari usia 3 tahun hingga masa remaja. Selmen mencatat
bahwa egosentrisne mulai mengalami kemunduran pada usia 4 tahun , dan pada usia
6 tahun anak akan menyadari bahwa pandangan orang lain berbeda dengan dirinya.
Pada usia 10 tahun, mereka mulai mampu untuk mempertimbangkan pandangannya
sendiri dan pandangan orang lain secara bersamaan.
TABEL. Tahap-tahap Pengambilan Perspektif
Tahap Pengambilan
Perspektif
|
Usia
|
Deskripsi
|
Perspektif yang
egosentris
Pengambilan
Perspektif sosial internasional
Pengambilan keputusan
diri reflektif
Saling mengambil
perspektif
Pengambilan
perspektif sistem sosial dan konvensional
|
3-6
6-8
8-10
10-12
12-15
|
Anak merasakan adanya
perbedaan dengan orang lain, tetapi belum mampu membedakan antara perspektif
sosial (pemikiran, perasaan) orang lain dan perspektif diri sendiri. Anak
dapat menyebutkan perasaan orang lain, tetapi tidak melihat hubungan sebab
dan akibat pemikiran dan tindakan sosial.
Anak sadar bahwa
orang lain memiliki suatu perspektif sosial yang didasarkan atas pemikiran
orang itu, yang mungkin sama atau berbeda dengan pemikirannya. Tetapi, anak
cenderung berfokus pada perspektifnya sendiri dan bukan mengkoordnasikan
sudut pandang.
Anak sadar bahwa setiap
orang sadar akan perspektif orang lain dan bahwa kesadaran ini mempengaruhi
pandangan dirinya dan pandangan orang lain. Menempatkan diri sendiri di
tempat orang lain merupakan suatu cara untuk menilai maksud, tujuan, dan
tindakan orang lain. Anak dapat
membentuk suatu mata rantai perspektif yang terkoordinasi, tetapi tidak dapat
mengabstaksikan proses-proses ini pada tingkat timbal balik secara serentak.
Anak remaja menyadari
bahwa baik diri sendiri maupun orang lain dapat memandang satu sama lain secara
timbal balik dan secara serentak sebagai subjek. Anak remaja dapat melangkah
ke luar dari kedua orang itu dan memandang interaksi dari perspektif orang
ketiga.
Anak remaja menyadari
pengambilan perspektif bersama tidak selalu menghasilkan pemahaman yang
sempurna. Konvensi sosial dilihat
sebagai sesuatu yang penting karena dipahami oleh semua anggota
kelompok, tanpa memandang posisi, peran, atau pengalaman mereka.
|
Karakteristik
Konsep Diri Remaja (SMP-SMA)
Pada
remaja, konsep diri akan berkembang terus hingga memasuki masa dewasa.
Perkembangan konsep diri remaja memiliki karakteristik yang khas dibanding
dengan usia perkembangan lainnya.
Sejak
kecil individu telah dipengaruhi dan dibentuk oleh pengalaman yang dijumpai
dalam hubungannya dengan individu lain, terutama dengan orang-orang terdekat,
maupun yang didapatkan dalam peristiwa-peristiwa kehidupan. Sejarah hidup
individu dari masa lalu dapat membuat dirinya memandang diri lebih baik atau
lebih buruk dari kenyataan sebenarnya (Centi, 1993).
Hurlock
(1999) mengatakan bahwa konsep diri bertambah stabil pada periode masa remaja.
Konsep diri yang stabil sangat penting bagi remaja karena hal tersebut
merupakan salah satu bukti keberhasilan pada remaja dalam usaha untuk
memperbaiki kepribadiannya. Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut
membentuk pola kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri.
Menurut
Hurlock (1999), terdapat delapan kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri
remaja, yaitu:
1.
Usia kematangan
Remaja
yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa,
mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri
dengan baik. Remaja yang terlambat matang, yang diperlakukan seperti anak-anak,
merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku
kurang dapat menyesuaikan diri.
2.
Penampilan diri
Penampilan
diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada
menambah daya tarik fisik. Setiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan
yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik
menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah
dukungan sosial.
3.
Kepatutan seks
Kepatutan
seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep
diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini
memberi akibat buruk pada perilakunya.
4.
Nama dan julukan
Remaja
peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau
mereka memberi nama julukan yang bernada cemooh.
5.
Hubungan keluarga
Seorang
remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan
mengidentifikasi diri dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan pola
kepribadian yang sama.
6.
Teman-teman sebaya
Teman-teman
sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep
diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang
dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian
yang diakui kelompok.
7.
Kreativitas
Remaja
yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam
tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dari identitas yang
memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya
8.
Cita-cita
Bagi
remaja yang mempunyai cita-cita yang tidak relistik, akan mengalami kegagalan.
Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana
ia akan menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang
kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan dari pada kegagalan.
Ciri-Ciri Konsep Diri Anak
1.Senang/suka berpenampilan menarik dalam
berpakaian,perasaan dann sebagainya
2.Anak mulai tekun/giat mulai melakukan aktivitas
dimulai dari dirinya sendiri
3.Suka meniru satu sama lain antar anak dengan orang
dewasa
4. Sudah dapat mengikuti
dan mengerti instruksi/petunjuk sederhana dengan teman sebaya
5.Dapat mengambar sesuatu objek yang dikenal
6.Menunjukan kemampuan memahami perasaan orang lain
7. Anak saling mengajukan
pertanyaan dan meminta arti dan maksud dari kata yang belum pernah ia kenal
8. Senang membuat sesuatu
dengan tangannya dalam bentuk permainan
Usaha-Usaha Guru Untuk Mengembangkan Konsep Diri
Beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh sang pendidik sebagai berikut:
1. Lakukan interaksi
dengannya dengan mengunakan bahasa tubuh
2. Beri kesempatan padanya
untuk melakukan sesuatu dengan caranya sendiri,tampilanya dan ekspresinya
3. Ajarkan keterampilan
yang diperlukan untuk mengasah kemandiriannya
4. Berikan
stimulus,semangat agar ia mau mencoba sesuatu yang baru,baik dalam bentuk
permainan atau benda lainya
5. Berikan pujian atau
penghargaan ketika ia melakukan sesuatu yang baik
6. Guru harus mengajarkan
cara mengatasi kegagalan,rasa takut ketika melakukan sesuatu dan berikan
penguatan tentang kemampuan dirinya
7. Berikan anak waktu
bermain yang banyak,dengan cara
8. Bermain sambil belajar.
Implikasi Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik terhadap Pendidikan
Konsep diri mempengaruhi prilaku
peserta didik dan mempunyai hubungan yang sangat menentukan proses pendidikan
dan prestasi belajar mereka. Peserta didik yang mengalami masalah disekolah
pada umumnya menunjukkan tingkat konsep diri yang rendah, oleh sebab itu dalam
rangka meningkatkan kualitas pendidikan guru sebaiknya melakukan upaya-upaya
yang memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri. Strategi yang dapat
dilakukan dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep diri peserta didik:
1. Membuat
siswa merasa mendapat dukungan dari guru. Dalam mengembangkan konsep diri yang
positif , siswa perlu mendapat dukungan dari guru. Seperti dukungan emosional ,
pemberian penghargaan, dan dorongan untuk maju.
2. Membuat
siswa merasa bertanggung jawab . memberi kesempatan terhadap siswa untuk
membuat keputusan sendiri atas perilakunya dapat diartikan sebagai upaya guru
untuk memberi tanggung jawab terhadap siswa.
3. Membuat
siswa merasa mampu. Ini dapat dilakukan dengan cara menunjukkan sikap dan
pandangan yang positif terhadap kemampuan yang dimiliki siswa.
4. Mengarahkan
siswa untuk mencapai tujuan yang realistis. Dalam upaya meningkatkan konsep
diri siswa, guru harus menetapkan tujuan yang hendak dicapai serealistis
mungkin, yakni tujuan yang sesuai dengan tujuan yang sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya.
5. Membantu
siswa menilai dirinya secra realistis . pada saat mengalami kegagalan ,
adakalanya siswa menilai secara negatif, dengan memandang dirinya sebagai orang
yang tidak mampu.
6. Mendorong
siswa agar bangga dengan dirinya secara realistis. Upaya lain yang harus
dilakukan guru dalam membantu mengembangkan
konsep diri peserta didik adalah dengan memberikan dukungan dan dorongan agar mereka bangga dengan prestasi
yang telah dicapai.
Terimakasih banyak postingannya, bermanfaat sekali untuk karya tulis ilmiah saya:)
BalasHapustrimksh,..
BalasHapushttp://nasrudin11.blogspot.com/
sangat bermanfaat
BalasHapushttp://http%3A%2F%2Fblog.binadarma.ac.id%2Fnovrihadinata.wordpress.com