Sabtu, 01 Juni 2013

Perkembangan Konsep Diri


Perkembangan Konsep diri

            Konsep diri merupakan salah satu aspek perkembangan psikologi peserta didik yang penting yang dialami oleh seorang guru. Karena merupakan salah satu variabel yang menentukan dalam proses pendidikan. Rendahnya prestasi siswa dan motivasi belajar siswa serta terjadinya penyimpangan-penyimpangan perilaku siswa dikelas banyak disebabkan oleh persepsi dan sikap negatif siswa terhadap diri sendiri. Sama hal nya terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar banyak disebabkan oleh sikap siswa yang memandang dirinya tidak mampu melaksanakan tugas-tugas di sekolah.

Pengertian Konsep Diri
Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, konsep diri merupakan faktor bentukan dari pengalaman individu selama proses perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak terjadi dalam waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan. Menurut Burns konsep diri berkembang terus sepanjang hidup manusia, namun pada tahap tertentu, perkembangan konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih lambat. Secara bertahap individu akan mengalami sensasi dari badannya dan lingkungannya, dan individu akan mulai dapat membedakan keduanya.
Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya mendefinisikan konsep diri sebagai “suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang diri sendiri”. Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evolusi bidang tertentu dari diri sendiri.  Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan konsep diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirnya. Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk :
1.      Body image , kesadaran tentang tubuhnya, yakni bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri.
2.      Ideal self,  yatu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya.
3.      Social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Menurut Burn (1985), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater 1984), mendefinisikan konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang tenang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut.
Pemily (dalam Atwater, 1984) “Sistem yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, presepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut.Cawagas (1983) “Mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya, kegagalanya, dan sebagainya.
Individu mengembangkan konsep dirinya dengan cara menginternalisasikan persepsi orang-orang terdekat dalam memandang dirinya. Jika individu memperoleh perlakuan yang penuh kasih sayang maka individu akan menyukai dirinya. Seseorang akan menyukai dirinya jika orang tua memperlihatkan penilaian yang positif terhadap si individu. Ungkapan seperti “Anakku Rajin” membuat anak memandang dirinya secara positif dibandingkan dengan nama panggilan “Si Gendut”. Sebaliknya, jika individu mendapatkan hukuman dan situasi yang tidak menyenangkan maka individu akan merasa tidak senang pada dirinya sendiri. Umpan balik dari teman sebaya dan lingkungan sosial selain keluarga mulai mempengaruhi pandangan dan juga penilaian individu terhadap dirinya. Tahap ini oleh Allport disebut dengan tahap perkembangan diri sebagai pelaku. Individu mulai belajar untuk bisa mengatasi berbagai macam masalah secara rasional.
Menurut Fuhrman, Pada masa remaja, individu mulai menilai kembali berbagai kategori yang telah terbentuk sebelumnya dan konsep dirinya menjadi semakin abstrak. Penilaian kembali pandangan dan nilai-nilai ini sesuai dengan dengan tahap perkembangan kognitif yang sedang remaja, dari pemikiran yang bersifat konkrit menjadi lebih abstrak dan subjektif. Piaget mengatakan bahwa remaja sedang berada pada tahap formal operasional, individu belajar untuk berpikir abstrak, menyusun hipotesis, mempertimbangkan alternatif, konsekuensi, dan instropeksi. Masa remaja merupakan masa terpenting bagi seseorang untuk menemukan dirinya. Mereka harus menemukan nilai-nilai yang berlaku dan yang akan mereka capai di dalamnya. Individu harus mulai belajar untuk mengatasi masalah-masalah, merencanakan masa depan, dan khususnya mulai memilih jenis pekerjaan yang akan digeluti secara rasional.
Perkembangan kognitif yang terjadi selama masa remaja membuat individu melihat dirinya dengan pemahaman yang berbeda. Kapasitas kognitif seperti itu didapatkan selama melakukan pengamatan terhadap perubahan-perubahan yang dipahami sebagai perubahan diri yang disebabkan oleh perubahan fisik secara kompleks dan perubahan sistem sosial. Fuhrmann mengungkapkan bahwa pada masa ini individu mulai dapat melihat siapa dirinya, ingin menjadi seperti apa, bagaimana orang lain menilainya, dan bagaimana mereka menilai peran yang mereka jalani sebagai identitas diri. Bisa dikatakan bahwa salah tugas penting yang harus dilakukan remaja adalah mengembangkan persepsi identitas untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan “Siapakah saya ?” dan “Mau jadi apa saya ?”. Masa remaja konsep diri merupakan inti dari kepribadian dan sangat mempengaruhi proses perkembangan selanjutnya.
Perjalanan untuk pencarian identitas diri tersebut bukan merupakan proses yang langsung jadi, melainkan sebuah proses berkesinambungan. Konsep diri mulai terbentuk sejak masa bayi di saat individu mulai menyadari keberadaan fisiknya sampai ketika mati di saat individu sudah banyak memahami dirinya, baik secara fisik maupun psikologis.
Jadi, konsep diri yang berupa totalitas persepsi, pengharapan, dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai, sikap, peran, dan identitas yang berlangsung seiring tugas perkembangan yang diemban.
Kesimpulan  konsep diri merupakan gagasan tentang diri sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri, serta bagaimana cara kita melihat, merasakan, dan menginginkan diri kita sendiri.

Konsep Diri dan Harga Diri
            Kajian psikologi perkembangan, sering dijumpai istilah “harga diri” (self-esteem)di samping istilah “konsep diri” (self concept). Bahkan para peneliti tidak selalu menyebutkan perbedaan yang jelas antara harga diri dan konsep diri ini. Akan tetapi ada ahli lain yang mengatakan bahwa konsep diri dan harga diri itu berbeda.
            Menurut santorck (1998), harga diri adalah dimensi penilaian yang menyeluruh dari diri. Harga diri ini sering disebut dengan self-worth atau self-image. Sedangkan konsep diri adalah penilaian terhadap domain yang spesifik. Coopersmith (1967) dalam karya klasiknya the Antecendents of Self Esteem, mendefinisikan harga diri sebagai berikut :
“self-esteem refers to the evaluation that individual makes and customarily maintens with regard to himself: it expresses and attitude of approval or disapproval and indicates the extent to which the individuals believes himself to be capable, singnificant, successful, and worthy.”

Jadi, harga diri adalah evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi individu tersebut terlihat dari pengharaan yang ia berikan terhadap eksistensi dan keberartian dirinya. Individu yang memiliki harga diri positif akan menerima dan meghargai dirinya sendiri sebagaimana adanya serta tidak cepat-cepat menyalahkan dirinya atas kekurangan atau ketidaksempurnaan dirinya. Selalu merasa puas dan bangga dengan hasil karyanya sendiri dan selalu percaya diri dalam menghadapi berbagai tantangan.

Dimensi Konsep Diri
Secara umun para ahli menyebutkan 3 dimensi konsep diri, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda. Calhoun dan Acocella (1990) misalnya, menyebutkan 3 dimensi utama dari konsep diri, yaitu: dimensi pengetahuan, dimensi penghargaan, dan dimensi penilaian. Paul J.Centi(1993) menyebutkan ketiga dimensi konsep diri dengan istilah : dimensi gambaran diri (self-image), dimensi penilaian diri (self-evaluation), dan dimensi cita-cita diri (self-ideal). Sebagian ahli lainnya menyebutkan dengan istilah: citra diri, harga diri, dan diri ideal.
Pengetahuan. Dimensi pertama dri konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang diri sendiri atau penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Gambaran diri tersebut akan pada gilirannya akan memebentuk citra diri. Gambaran tersebut merupakan kesimpulan dari : pandangan kita dalam berbagai peran yang kita pegang, seperti orangtua, suami atau istri, karyawan, pelajar dan seterusnya. Singkatnya, dimensi pengetahuan (kognitif) dari konsep diri mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi, seperti “saya pintar”, “saya anak baik”, “saya cantik” dan seterusnya.
            Harapan. Dimensi kedua adalah dimensi harapan atau diri yang dicita-citakan dimasa depan. Tentang pandangan siapakah kita, sehingga timbul sebuah keinginan akan menjadi apa diri kita dimasa depan. Pengharapan ini merupakan diri-ideal (self-ideal) atau diri yang dicita-citakan. Cita-cita diri terdiri dari dambaan, harapan, keinginan bagi diri kita atau ingin menjadi manusia seperti apa yang kita inginkan. Oleh sebab itu, dalam menetapkan diri ideal haruslah lebih realistis, sesuai dengan potensial dan kemampuan diri yang dimiliki, tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu rendah.
            Dimensi ketiga adalah penilaian, dimana penilaian terhadap diri sendiri. Juga merupakan pandangan kita tentang harga kewajaran kita sebagai pribadi. Calhoun dan Acocella (1990) setiap hari kita berperan sebagai penilai tentang diri kita sendiri, menilai apakah kita bertentangan: 1) pengharapan bagi diri kita sendiri (saya dapat menjadi apa), 2) standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya seharusnya menjadi apa). Hasil dari penilaian tersebut membentuk apa yang disebut dengan rasa harga diri yaitu, seberapa besar kita menyukai diri sendiri.

Konsep diri dan Perilaku
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah laku seseorang. Menurut Felker (1974) terdapat tiga peranan penting konsep diri dalam menentukan perilaku seseorang, yaitu:
Pertama , self-cincept as maintainer of iner consistency. Konsep diri memainkan peranan   dalam mempertahankan keselarasan batin seseorang. Bila individu memiliki ide,        perasaan, presepsi, atau pikiran yang tidak seimabang  atau saling bertentangan,        maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenagkan. Maka diperlukan             sistem mempertahankan kesesuaian antara individu dengan lingkungannya.
Kedua, self-concept as an interpretation of experience. Konsep diri menentukan bagaimana           individu memberikan penafsiran atas pengalamannya. Sebuah kejadian akan             ditafsirkan secara berbeda antara individu satu dengan yang lain , karena masing-          masing individu memiliki pandangan dan penafsiran tersendiri.
Ketiga, self-concept as set of expectations. Konsep diri juga berperan sebagai penentu       pengharapan individu. Pandangan negatif  terhadap dirinya menyebabkan individu            mengharapkan tingkat keberhasilan yang akan dicapai hanya pada taraf yang rendah.

Konsep Diri dan Prestasi Belajar
            Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep diri dan prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat. Nylor (1972) mengemukakan bahwa banyak peneliti yang membuktikan hubungan positif yang kuat antara konsep diri dengan prestasi belajar disekolah. Siswa yang memiliki konsep diri positif , memperlihatkan prestasi yang baik disekolah, atau siswa tersebut memeiliki penilaian diri yang tinggi serta menunjukkan antar pribadi yang positif pula.
            Walsh (dalam Burns, 1982) siswa-siswa yang tergolong underchiver mempunyai konsep diri yang negatif, serta memperlihatkan beberapa karakteristik kepribadian; 1) mempunyai perasaan dikeritik, ditolak, dan diisolir. 2) melakukan mekanisme pertahanan diri dengan cara menghindar dan bahkan bersikap menentang. 3) tidak mampu mengekspresikan perasaan dan prilaku.

Karakteristik Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik
            Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir . Kita tidak dilahirkan dengan konsep didri tertentu. Bahkan ketika kita lahir, kita tidak memiliki konsep diri , tidak mengetahui tentang diri, dan tidak memiliki pengharapan bagi diri kita sendiri , serta tidak memiliki penilaian apapun terhadap diri sendiri. Dengan demikian konsep diri terbentuk melelui proses belajar yang berlangsung sejak masa pertumbuhan hingga dewasa. Akan lebih lengkap dibahas mengenai karakteristik perkembangan konsep diri peserta didik.   

Karakteristik Konsep Diri Anak Usia Sekolah
            Sejalan dengan pertumbuhan fisik, kognitif dan sikap maupun prilaku anak usia dasar juga mengalami perubahan dalam konsep dirinya. Pada awal masuk sekolah dasar kemungkinan anak-anak mengalami penurunan dalam konsep dirinya, hal ini disebabkan karena tuntunan baru dalam hal belajar dan situasi maupun perubahan sosial. Di sekolah dasar ini banyak memberikan kesempatan anak-anak untuk membandingkan dirinya dengan orang lain yaitu teman-temannya, sehingga penilaian dirinya secara gradual menjadi realistis.  Anak-anak tersebut lebih mungkin melakukan langkah-langkah guna untuk mempertahankan keutuhan harga dirinya. Mereka sering memfokuskan bidang-bidang yang mereka anggap unggul (seperti: olahraga, hobi, hubungan sosial, akademik, dll).
            Menurut Santrock (1995), perubahan-perubahan dalam konsep diri anak selama tahun-tahun sekolah dasar dapat dilihat setidaknya dari tiga karakteristik konsep diri, yaitu : (1) Karakteristik internal
            Anak-anak sekolah dasar lebih memahami dirinya melalui karakteristik internal dari pada karakteristik eksternal, hal ini berbeda jika dibandingkan dengan anak-anak prasekolah.
(2) Karakteristik aspek-aspek sosial
            Selama belajar yakni bertahun-bertahun di sekolah dasar, aspek-aspek sosial pun dalam pemahaman dirinya mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu. Anal-anak sekolah dasar sering kali menjadikan kelompok-kelompok sosial sebagai acuan dalam deskripsi diri mereka, misalnya sejumlah anak menyebut diri mereka sebagai kelompok pramuka perempuan, sebagai seorang muslim, atau yang saling bersahabat karib. 
(3) Karakteristik perbandingan sosial
            Pada tahap ini anak-anak cenderung membedakan diri mereka dari orang lain secara komparatif atau secara absolut. Misalnya, anak-anak sekolah dasar tidak lagi berpikir tentang apa yang “aku lakukan” atau yang “tidak aku lakukan” tetapi cenderung berpikir tentang “apa yang dapat aku lakukan dibandingkan apa yang dapat dilakukan oleh orang lain.” Sehingga ini menyebabkan suatu kecenderungan yang meningkat umtuk membentuk diri sehingga berbeda dari orang lain dan menjadikan diri sebagai seorang individu.
            RobertSelmen (dalam Santrock,1995) misalnya, percaya bahwa pengambilan perspektif melibatkan suatu rangkaian yang terdiri atas lima tahap, yang berlangsung dari usia 3 tahun hingga masa remaja. Selmen mencatat bahwa egosentrisne mulai mengalami kemunduran pada usia 4 tahun , dan pada usia 6 tahun anak akan menyadari bahwa pandangan orang lain berbeda dengan dirinya. Pada usia 10 tahun, mereka mulai mampu untuk mempertimbangkan pandangannya sendiri dan pandangan orang lain secara bersamaan.

TABEL. Tahap-tahap Pengambilan Perspektif
Tahap Pengambilan Perspektif
Usia
Deskripsi
Perspektif yang egosentris




Pengambilan Perspektif sosial internasional


Pengambilan keputusan diri reflektif





Saling mengambil perspektif



Pengambilan perspektif sistem sosial dan konvensional
3-6





6-8






8-10











10-12






12-15
Anak merasakan adanya perbedaan dengan orang lain, tetapi belum mampu membedakan antara perspektif sosial (pemikiran, perasaan) orang lain dan perspektif diri sendiri. Anak dapat menyebutkan perasaan orang lain, tetapi tidak melihat hubungan sebab dan akibat pemikiran dan tindakan sosial.
Anak sadar bahwa orang lain memiliki suatu perspektif sosial yang didasarkan atas pemikiran orang itu, yang mungkin sama atau berbeda dengan pemikirannya. Tetapi, anak cenderung berfokus pada perspektifnya sendiri dan bukan mengkoordnasikan sudut pandang.
Anak sadar bahwa setiap orang sadar akan perspektif orang lain dan bahwa kesadaran ini mempengaruhi pandangan dirinya dan pandangan orang lain. Menempatkan diri sendiri di tempat orang lain merupakan suatu cara untuk menilai maksud, tujuan, dan tindakan orang lain. Anak  dapat membentuk suatu mata rantai perspektif yang terkoordinasi, tetapi tidak dapat mengabstaksikan proses-proses ini pada tingkat timbal balik secara serentak.
Anak remaja menyadari bahwa baik diri sendiri maupun orang lain dapat memandang satu sama lain secara timbal balik dan secara serentak sebagai subjek. Anak remaja dapat melangkah ke luar dari kedua orang itu dan memandang interaksi dari perspektif orang ketiga.
Anak remaja menyadari pengambilan perspektif bersama tidak selalu menghasilkan pemahaman yang sempurna. Konvensi sosial dilihat  sebagai sesuatu yang penting karena dipahami oleh semua anggota kelompok, tanpa memandang posisi, peran, atau pengalaman mereka.

Karakteristik Konsep Diri Remaja (SMP-SMA)
Pada remaja, konsep diri akan berkembang terus hingga memasuki masa dewasa. Perkembangan konsep diri remaja memiliki karakteristik yang khas dibanding dengan usia perkembangan lainnya.
Sejak kecil individu telah dipengaruhi dan dibentuk oleh pengalaman yang dijumpai dalam hubungannya dengan individu lain, terutama dengan orang-orang terdekat, maupun yang didapatkan dalam peristiwa-peristiwa kehidupan. Sejarah hidup individu dari masa lalu dapat membuat dirinya memandang diri lebih baik atau lebih buruk dari kenyataan sebenarnya (Centi, 1993).
Hurlock (1999) mengatakan bahwa konsep diri bertambah stabil pada periode masa remaja. Konsep diri yang stabil sangat penting bagi remaja karena hal tersebut merupakan salah satu bukti keberhasilan pada remaja dalam usaha untuk memperbaiki kepribadiannya. Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri.
Menurut Hurlock (1999), terdapat delapan kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja, yaitu:
1.      Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang terlambat matang, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri.
2.      Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Setiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.
3.      Kepatutan seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya.
4.      Nama dan julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau mereka memberi nama julukan yang bernada cemooh.
5.      Hubungan keluarga
Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasi diri dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.
6.      Teman-teman sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui kelompok.
7.      Kreativitas
Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dari identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya
8.      Cita-cita
Bagi remaja yang mempunyai cita-cita yang tidak relistik, akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana ia akan menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan dari pada kegagalan.
Ciri-Ciri Konsep Diri Anak
1.Senang/suka berpenampilan menarik dalam berpakaian,perasaan dann sebagainya
2.Anak mulai tekun/giat mulai melakukan aktivitas dimulai dari dirinya sendiri
3.Suka meniru satu sama lain antar anak dengan orang dewasa
4. Sudah dapat mengikuti dan mengerti instruksi/petunjuk sederhana dengan teman sebaya
5.Dapat mengambar sesuatu objek yang dikenal
6.Menunjukan kemampuan memahami perasaan orang lain
7. Anak saling mengajukan pertanyaan dan meminta arti dan maksud dari kata yang belum pernah ia kenal
8. Senang membuat sesuatu dengan tangannya dalam bentuk permainan

Usaha-Usaha Guru Untuk Mengembangkan Konsep Diri
Beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh sang pendidik sebagai berikut:
1.  Lakukan interaksi dengannya dengan mengunakan bahasa tubuh
2.  Beri kesempatan padanya untuk melakukan sesuatu dengan caranya sendiri,tampilanya dan ekspresinya
3. Ajarkan keterampilan yang diperlukan untuk mengasah kemandiriannya
4.  Berikan stimulus,semangat agar ia mau mencoba sesuatu yang baru,baik dalam bentuk permainan atau benda lainya
5.  Berikan pujian atau penghargaan ketika ia melakukan sesuatu yang baik
6.  Guru harus mengajarkan cara mengatasi kegagalan,rasa takut ketika melakukan sesuatu dan berikan penguatan tentang kemampuan dirinya
7.  Berikan anak waktu bermain yang banyak,dengan cara
8.  Bermain sambil belajar.

Implikasi Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik terhadap Pendidikan
Konsep diri mempengaruhi prilaku peserta didik dan mempunyai hubungan yang sangat menentukan proses pendidikan dan prestasi belajar mereka. Peserta didik yang mengalami masalah disekolah pada umumnya menunjukkan tingkat konsep diri yang rendah, oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan guru sebaiknya melakukan upaya-upaya yang memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri. Strategi yang dapat dilakukan dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep diri peserta didik:
1.      Membuat siswa merasa mendapat dukungan dari guru. Dalam mengembangkan konsep diri yang positif , siswa perlu mendapat dukungan dari guru. Seperti dukungan emosional , pemberian penghargaan, dan dorongan untuk maju.
2.      Membuat siswa merasa bertanggung jawab . memberi kesempatan terhadap siswa untuk membuat keputusan sendiri atas perilakunya dapat diartikan sebagai upaya guru untuk memberi tanggung jawab terhadap siswa.
3.      Membuat siswa merasa mampu. Ini dapat dilakukan dengan cara menunjukkan sikap dan pandangan yang positif terhadap kemampuan yang dimiliki siswa.
4.      Mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan yang realistis. Dalam upaya meningkatkan konsep diri siswa, guru harus menetapkan tujuan yang hendak dicapai serealistis mungkin, yakni tujuan yang sesuai dengan tujuan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
5.      Membantu siswa menilai dirinya secra realistis . pada saat mengalami kegagalan , adakalanya siswa menilai secara negatif, dengan memandang dirinya sebagai orang yang tidak mampu.
6.      Mendorong siswa agar bangga dengan dirinya secara realistis. Upaya lain yang harus dilakukan guru dalam membantu mengembangkan  konsep diri peserta didik adalah dengan memberikan dukungan  dan dorongan agar mereka bangga dengan prestasi yang telah dicapai.

3 komentar:

  1. Terimakasih banyak postingannya, bermanfaat sekali untuk karya tulis ilmiah saya:)

    BalasHapus
  2. trimksh,..
    http://nasrudin11.blogspot.com/

    BalasHapus
  3. sangat bermanfaat
    http://http%3A%2F%2Fblog.binadarma.ac.id%2Fnovrihadinata.wordpress.com

    BalasHapus